Langsung ke konten utama

Peran Iman (Faith)


Iman adalah keyakinan hati/aqidah bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan Muhammad adalah utusan Allah, serta mengimani malaikat, kitab-kitab Allah, para Rasul, hari kiamat serta qadha dan qadar.

Nah, iman ini gak cuma diyakini aja ya. Tapi iman ini menjadi dasar seorang muslim dalam menjalani kehidupan. Standar melakukan atau meninggalkan sesuatu didasari oleh iman. Standar menilai benar salah, baik buruk, juga didasari oleh iman. Mana yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan untuk dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.

 

Allah swt., berfirman :

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf ayat 96)

 

Diayat ini Allah nge-mention dua jenis manusia. Pertama manusia yang punya iman dan mengerjakan kebaikan karena keimanan tersebut, sehingga mereka layak mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi. Kedua, manusia yang jusru gak mau beriman ke Allah dengan mendustakan ayat-ayat Allah, sehingga mereka pun mendapat siksa.

 

Pola pikir yang harus kita bangun sebagai pondasi utama meraih keberkahan adalah meyakini bahwa setiap kebaikan yang kita dapati adalah pemberian Allah, dan inilah faktor utama datangnya kebaikan.

Adapun usaha-usaha kita dalam meraih kebaikan, itu adalah bagian dari kesungguhan kita untuk memantaskan diri mendapat kebaikan tersebut. Jadi, iman+usaha itu bagian penting yang gak boleh dipisahkan.

 

Diantara aplikasi nyata dari iman kepada Allah adalah dengan menyebut nama Allah ketika kita ingin menggunakan nikmat-nikmat Allah. Misalnya ketika ingin makan/minum kita membaca basmalah terlebih dahulu. Sehingga, dengan melakukan hal itu, maka keberkahan akan membersamai makan dan minum kita. Begitu juga dengan aktivitas-aktivitas kita yang lain.

 

Dalam hal rizki, maka seseorang yang memiliki dan menggunakan keimanannya kepada Allah akan senantiasa meyakini bahwa rizkinya telah Allah sediakan dan dia tetap melakukan usaha terbaiknya, sebagai bentuk menjemput rizki yang telah disediakan Allah. Maka, dengan begitu dia akan fokus menjemput rizki dengan cara yang halal dan baik. Dia akan jujur dalam berjual beli, tidak akan menipu, profesional dan penuh tanggungjawab.

 

Dia gak akan berani menggunakan cara yang gak Allah suka, karena hal itu akan mendatangkan keburukan baginya dan hilangnya keberkahan dari rizkinya.

Nah, orang-orang yang gak mau menggunakan keimanannya kepada Allah dalam kehidupan, pasti ngerasa baik-baik aja untuk melakukan hal-hal yang Allah gak suka, misal ketika berdagang dia berbohong/menipu, menggunakan riba, mencuri, menyogok, dan lain-lain.

 

Disini terlihat jelas pengaruh keimanan bagi kehidupan kita. Beda banget antara yang mau menggunakan keimanan dengan yang gak mau menggunakan keimanan.

 

Jadi, jangan pisahkan ya antara keimanan dan hukum sebab akibat. Tetap beriman bahwa rizki sudah Allah tetapkan dan disaat yang sama kita pun melakukan pola sebab akibat yaitu bekerja dengan sebaik mungkin dengan tetap memperhatikan usaha kita agar gak melakukan sesuatu yang dilarang Allah, sebagai langkah kita menjemput rizki yang sudah Allah siapkan dan berharap keberkahan.

 

Share ya, biar orang lain juga tau.

Semoga membantu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memulai Perubahan

  Mungkin banyak diantara kita yang kepengen sesuatu. Ada yang kepengen “sukses” dengan jadi pebisnis kaya raya, mahasiswa berprestasi, pembicara profesional, designer handal, dan segudang keinginan lainnya. Tapi sayangnya, itu semua berhenti di “pengen” aja. Tanpa ada aksi nyata untuk mewujudkannya. Iya, mungkin itu yang terjadi pada kita. Banyak maunya tapi nol usahanya. Punya mimpi besar tapi sehari-hari rebahan, scrolling sosmed, akhirnya muncul rasa membanding-bandingkan pencapaian diri dengan pencapaian orang lain. Kita akan jadi gitu-gitu aja, selama kita gak memutuskan untuk berubah. Dan kita gak akan bisa berubah, sebelum kita memutuskan untuk ”memulai perubahan” dengan merubah diri kita sendiri. Langkah awal untuk memulai perubahan adalah dengan mengubah kebiasaan kita. Iya, karena kebiasaan akan membentuk kepribadian/karakter kita. Kebiasaan ini juga menjadi modal penting untuk meraih mimpi-mimpi kita. Mungkin diawal memang perlu dipaksa dan gak nyaman, tapi itu

Kebiasaan

Coba deh kita jujur, selama ini hidup kita disibukkan oleh apa? Sesuatu yang baik kah, atau justru sesuatu yang buruk? Kenapa penting mengetahui hal ini? Karena, kita akan dimatikan sesuai dengan kebiasaan yang kita lakukan. Jika kita terbiasa melakukan sholat, puasa, berbakti pada orang tua, menuntut ilmu, berdakwah, dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnnya, maka peluang kita dimatikan dalam keadaan baik (husnul khatimah) pun semakin besar. Tapi, jika kita terbiasa melakukan maksiat, meninggalkan kewajiban, melanggar perintah Allah, dan melakukan maksiat-maksiat lainnya, maka peluang kita dimatikan dalam keadaan buruk (su’ul khatimah) pun semakin besar. Wal’iyadzubillah Kadang kita terkecoh dengan bisikan-bisikan syaithan, dengan berpikir “gapapalah maksiat, toh amal shalih saya lebih banyak. Kan cuma begini doang, gak gede kok dosanya”.   Reminder untuk diri kita, bahwa amal shalih yang kita lakukan, belum tentu Allah terima, tapi kita udah bangga diri (kepedean) kalo itu ket

Menikmati Proses

Setiap kita mungkin punya mimpi yang ingin kita gapai. Entah mimpinya terlalu besar, atau mindset kita yang terlalu kecil sehingga muncul pertanyaan “bisa gak ya?” dalam benak kita. Tapi mungkin itu hanya perasaan kita aja. Iya, daripada overthinking pada sesuatu yang belum terjadi, lebih baik kita fokus untuk mengeksekusi sedikit demi sedikit, langkah demi langkah, mencicil hal-hal yang bisa membuat kita lebih dekat dengan mimpi kita. Saat menjalani langkah-langkah tersebut, inilah yang disebut dengan “fase proses” dalam menggapai mimpi kita dan di fase inilah banyak hal yang akan kita dapatkan. Mulai dari pengalaman, ilmu bahkan pahala.   Pengalaman sudah pasti kita dapat, karena dalam menjalani proses kita pasti melakukan sesuatu. Saat melakukan sesuatu itu, apakah dia berujung berhasil atau tidak, yang pasti itu adalah pengalaman bagi kita, dan akan berguna nantinya ketika kita menghadapi hal yang serupa. Bukankah pengalaman merupakan guru terbaik?   Ilmu juga pasti kita