Langsung ke konten utama

Antara Amal Shalih & Amal Salah

Amal shalih adalah perbuatan melakukan segala perintah Allah dan Rasul-Nya dan meninggalkan segala larangan Allah dan Rasul-Nya.

Bentuk amal shalih tentu banyak sekali, seperti shalat, puasa, zakat, haji/umrah, berbakti kepada orang tua, menuntut ilmu, menolong sesama dan masih banyak lagi. Selagi kita melakukan suatu aktivitas yang tidak melanggar syariat dan kita niatkan untuk beribadah kepada Allah dengan mengharap pahala dan ridho-Nya, maka itupun termasuk amal shalih.

Beramal shalih pasti menemukan tantangan, kesulitan, dan keletihan. Namun, bukan berarti kita gak jadi beramal shalih ya. Justru dengan adanya tantangan, kesulitan, dan keletihan Allah akan menambah pahala untuk kita, sekaligus kita membuktikan keseriusan kita untuk menjadi hamba Allah yang ingin dicintai-Nya.

Bahkan, bukan hanya beramal shalih lho yang punya tantangan, kesulitan dan keletihan. Beramal salah (maksiat) pun sama. Iya, sama-sama ada tantangan, kesulitan dan keletihan. Tapi, bedanya kalau kita taat, maka lelahnya kita berbuah pahala yang akan tetap ada disisi Allah, sedangkan maksiat, lelahnya berbuah dosa yang akan tetap ada disisi Allah.

Jadi, pilih mana, lelah yang berpahala atau lelah yang berdosa?

Yang jelas pilihan kita pasti ada konsekuensinya. Iya, konsekuensinya ada pada pengaruh ketaatan dan kemaksiatan terhadap keberkahan hidup kita.

Biar makin klop nih, ada surat cinta dari Allah untuk kita tentang istimewanya balasan orang yang beramal shalih.

﴿ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٧ ﴾

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl [16]: 97)

MaasyaaAllah, betapa baiknya Allah dan beruntungnya orang beriman dan beramal shalih kan? Bahkan salah satu ulama tafsir yaitu Imam Ibnu Katsir rahimahullah pernah menanggapi kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa as., dalam surah al-Kahfi ayat 82 tentang ikhtiar kedua Nabi tersebut dalam menjaga harta kedua anak yatim karena ayahnya/kakeknya merupakan orang yang shalih. Imam Ibnu Katsir mengatakan yang intinya adalah kisah tersebut menjadi landasan bahwa keturunan orang yang shalih akan Allah jaga dan keberkahan amal shalihnya meliputi anak keturunannya di dunia dan akhirat.

Untuk jadi orang shalih, tentu perlu adanya kebiasaan/habits beramal shalih dalam diri kita. Maka, mulai dari sekarang kita tanamkan tekad dalam diri kita untuk membiasakan hari-hari kita melakukan amal shalih, bukan amal salah. Okay?

Nah, itu tadi tentang amal shalih, berkahnya gak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk keluarga dan lingkungannya. Keren ya hehe.

Oke, kita bahas amal salah/maksiat.

Kita itu, kalau gak disibukkan dengan perkara kebaikan, pasti kita disibukkan pada perkara keburukan, minimal gak bermanfaat deh.

Biar ada pengingat untuk kita, ada surat cinta lagi nih dari Allah tentang orang-orang yang gak mau beramal shalih tapi maunya beramal salah.

﴿ وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ١٢٤ ﴾

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha [20]: 124)

Yassalam, ngerinya. Sudahlah hidup tanpa petunjuk yang benar, akibatnya hidupnya terasa sempit, ngapa-ngapain gak nyaman, ngerasa kayak dirinya orang paling sengsara didunia dan lebih ngerinya lagi di hari kiamat nanti Allah akan mengumpulkan orang-orang yang suka maksiat dalam keadaan buta.

Orang yang melihat aja belum tentu baik keadaannya di akhirat nanti, bagaimana dengan orang yang buta? Diakhirat lagi.

Kalau buta didunia, mungkin masih ada manusia lain yang bantu. Lha, kalau buta diakhirat? Yang bantu siapa? Sedangkan semua manusia saat itu sudah sibuk dengan amalnya masing-masing.

Sebagai penutup, kita renungi perkataan Imam Ibnu Qayyim rahimahullah yuk.

“dan diantara hukuman perbuatan maksiat adalah; kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rizki, ilmu dan amal ketaatan. Secara global maksiat akan menghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia. Karenanya, tidaklah engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang bergelimang kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi, kecuali karena perbuatan maksiat manusia.”

Tentu ya, kita sebagai manusia memang berpotensi melakukan kelalaian atau kemaksiatan. Tapi bukan berarti jadi pembenaran kita bermaksiat terus menerus. Karena kita juga bisa milih, mau berbuat taat atau maksiat.

Justru dengan adanya potensi bermaksiat dalam diri kita, semakin menjadikan kita sadar untuk berusaha menjauhi perbuatan maksiat, karena udah tau bahwa diri kita mudah kepancing. Jadi, menuruti maksiat bukanlah solusi.

Solusinya, sibukkan diri dengan kebaikan, maka kita tidak akan sempat melakukan keburukan.

Jangan lupa share biar jadi amal shalih buat kita semua. 

Saudaramu, Hen.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memulai Perubahan

  Mungkin banyak diantara kita yang kepengen sesuatu. Ada yang kepengen “sukses” dengan jadi pebisnis kaya raya, mahasiswa berprestasi, pembicara profesional, designer handal, dan segudang keinginan lainnya. Tapi sayangnya, itu semua berhenti di “pengen” aja. Tanpa ada aksi nyata untuk mewujudkannya. Iya, mungkin itu yang terjadi pada kita. Banyak maunya tapi nol usahanya. Punya mimpi besar tapi sehari-hari rebahan, scrolling sosmed, akhirnya muncul rasa membanding-bandingkan pencapaian diri dengan pencapaian orang lain. Kita akan jadi gitu-gitu aja, selama kita gak memutuskan untuk berubah. Dan kita gak akan bisa berubah, sebelum kita memutuskan untuk ”memulai perubahan” dengan merubah diri kita sendiri. Langkah awal untuk memulai perubahan adalah dengan mengubah kebiasaan kita. Iya, karena kebiasaan akan membentuk kepribadian/karakter kita. Kebiasaan ini juga menjadi modal penting untuk meraih mimpi-mimpi kita. Mungkin diawal memang perlu dipaksa dan gak nyaman, tapi itu

Kebiasaan

Coba deh kita jujur, selama ini hidup kita disibukkan oleh apa? Sesuatu yang baik kah, atau justru sesuatu yang buruk? Kenapa penting mengetahui hal ini? Karena, kita akan dimatikan sesuai dengan kebiasaan yang kita lakukan. Jika kita terbiasa melakukan sholat, puasa, berbakti pada orang tua, menuntut ilmu, berdakwah, dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnnya, maka peluang kita dimatikan dalam keadaan baik (husnul khatimah) pun semakin besar. Tapi, jika kita terbiasa melakukan maksiat, meninggalkan kewajiban, melanggar perintah Allah, dan melakukan maksiat-maksiat lainnya, maka peluang kita dimatikan dalam keadaan buruk (su’ul khatimah) pun semakin besar. Wal’iyadzubillah Kadang kita terkecoh dengan bisikan-bisikan syaithan, dengan berpikir “gapapalah maksiat, toh amal shalih saya lebih banyak. Kan cuma begini doang, gak gede kok dosanya”.   Reminder untuk diri kita, bahwa amal shalih yang kita lakukan, belum tentu Allah terima, tapi kita udah bangga diri (kepedean) kalo itu ket

Menikmati Proses

Setiap kita mungkin punya mimpi yang ingin kita gapai. Entah mimpinya terlalu besar, atau mindset kita yang terlalu kecil sehingga muncul pertanyaan “bisa gak ya?” dalam benak kita. Tapi mungkin itu hanya perasaan kita aja. Iya, daripada overthinking pada sesuatu yang belum terjadi, lebih baik kita fokus untuk mengeksekusi sedikit demi sedikit, langkah demi langkah, mencicil hal-hal yang bisa membuat kita lebih dekat dengan mimpi kita. Saat menjalani langkah-langkah tersebut, inilah yang disebut dengan “fase proses” dalam menggapai mimpi kita dan di fase inilah banyak hal yang akan kita dapatkan. Mulai dari pengalaman, ilmu bahkan pahala.   Pengalaman sudah pasti kita dapat, karena dalam menjalani proses kita pasti melakukan sesuatu. Saat melakukan sesuatu itu, apakah dia berujung berhasil atau tidak, yang pasti itu adalah pengalaman bagi kita, dan akan berguna nantinya ketika kita menghadapi hal yang serupa. Bukankah pengalaman merupakan guru terbaik?   Ilmu juga pasti kita