Langsung ke konten utama

Makna Syukur


Dalam hidup kita, sebenarnya semua adalah kenikmatan. Coba deh di list nikmat hidup yang kita dapet, kayaknya gak cukup seribu buku untuk nulis semua nikmat dalam hidup kita. Mulai dari sehat dan normalnya tubuh kita dengan bisa merasakan nikmat melihat, makan, bernafas, buang air, baik dan rukunnya orangtua dan keluarga kita, mudahnya urusan kita dan tentu masih sangat banyak nikmat hidup yang kita rasakan. Ya kan?

Bahkan nikmat terbesar bagi manusia adalah menemukan Tuhan dan aturan yang sebenarnya, iya nikmat iman dan Islam. Sehingga menjadi muslim itu semua bisa menjadi nikmat. Bahkan kaki kita tertusuk duri saja, Allah ampuni dosa kita, karena kita bersabar dan berbaik sangka ke Allah. 

Nah, dari banyaknya kenikmatan hidup yang kita rasakan, apakah kita sudah mensyukurinya? Hmm, bahkan kita bisa bersyukur pun sebetulnya sebuah nikmat baru yang harus kita syukuri lho. Jadi, syukur itu harusnya tiada henti ya, agar kenikmatan yang kita rasakan pun selalu Allah jaga dan berkahi.

Bersyukur pun sebetulnya untuk kebaikan diri kita sendiri. Allah berfirman dalam surah An-Naml ayat 40 “Dan barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri.”

Ada perkataan keren dari imam al-Qurthubi rahimahullah, “Tidaklah manfaat syukur akan didapat selain oleh pelakunya sendiri, dimana dengannya ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari nikmat yang ia dapat, dan nikmat tersebut akan kekal dan ditambah. Sebagaimana syukur juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat, serta menggapai kenikmatan yang belum di capai.”

Itu tadi pentingnya bersyukur gengs. Jadi makin sadar ya, ternyata syukur itu penting banget dalam hidup kita. Tinggal cara bersyukur yang tepat nih, apakah cukup syukur itu hanya dengan bilang “alhamdulillah, rejeki anak sholeh”? coba kita cek skuy.

Pertama, menyakini bahwa segala nikmat datangnya dari Allah, bahkan kemampuan kita untuk bersyukur kepada Allah merupakan kenikmatan baru yang harus kita syukuri lagi.

Setelah itu, kita mengucapkan pujian untuk Allah seperti “alhamdulillah” atau yang semakna. Hanya Allah yang berhak mendapatkan segala ucapan syukur kita. Karena Allah telah memberi kita kenikmatan yang tidak terhitung jumlahnya oleh kita. Seperti anggota tubuh yang lengkap dan sehat sehingga kita mudah melakukan ketaatan pada-Nya, takaran rizki yang telah Allah siapkan untuk kita di dunia, bahkan Allah telah memberikan kita syariat-Nya yang mulia agar kita bisa hidup dengan bahagia dan layak masuk surga-Nya yang penuh kenikmatan dan kekal didalamnya. Padahal, Allah tidak berkewajiban memberikan itu semua kepada kita kan?, namun nyatanya Maha Baik Allah yang memberikan itu semua kepada kita. Maka sudah selayaknya hanya Allah yang kita taati dan puji kan?

Kedua, menggunakan kenikmatan yang Allah berikan untuk mendukung kemudahan taat kepada Allah. Misalnya kita punya motor, maka gunakan motor itu untuk mendukung kita agar lebih taat sama Allah, misalnya pergi ke masjid, mendatangi majelis ilmu, mengajar, dan kegiatan baik lainnya. Bisa juga handphone yang kita miliki, kita gunakan untuk mesyiarkan Islam, buat konten kebaikan, komunikasi dengan orangtua atau saudara dan sebagainya.

Ketiga, melakukan sujud syukur ketika kita mendapat kebaikan. Ini mungkin jarang ya kita lakukan? hehe. Tapi sebisa mungkin kita mulai belajar melakukannya ya. Meski awalnya ngerasa agak gimana gitu, tapi yakini saja dalam hati bahwa ini bentuk syukur kita kepada Allah, Dzat yang memang layak untuk kita sujud dihadapannya. Sekaligus bentuk syiar kita kepada orang lain, bahwa nikmat itu perlu disyukuri.

Sujud syukur juga sebagai ciri khas seorang mukmin, semakin Allah memberikan nikmat padanya, maka ia semakin merendahkan diri dihadapan Allah dan semakin erat dalam menggantungkan segala keperluannya kepada Allah, sehingga Allah jaga nikmat tersebut dan menambahnya.

Keempat, menampakkan kenikmatan dalam kehidupan. Seperti nikmat harta yang cukup, lalu kita nampakkan dalam bentuk pakaian yang baik (tapi bukan bermewah-mewahan ya), kendaraan, rumah dan makanan juga yang baik. Gak perlu mewah, karena khawatir jatuhnya malah boros. Tujuan kita menampakkan nikmat ini agar kita semakin bersyukur kepada Allah. Agar penampilan seorang muslim pun baik, jangan sampai pribadi seorang muslim itu dekil, kendaraan atau rumah tidak terawat, makan sembarangan. Karena sama saja hal ini pelit terhadap diri sendiri, dan seakan-akan kita gak pernah dapet nikmat. Padahal banyak banget kan nikmat yang Allah kasih ke kita?

Trus misalnya kita dapet nikmat, boleh gak kita ceritakan ke orang lain sebagai bentuk menampakkan kenikmatan? Misal kita diterima kerja, atau mendapat prestasi, dll?

Boleh, asal kita paham bahwa orang yang kita ceritakan adalah orang yang tidak akan hasad/iri kepada kita.

Jika menurut kita akan ada kemungkinan hasad orang lain jika kita menceritakan nikmat kita, maka sebaiknya tidak kita ceritakan.

Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang pandai bersyukur. Aamiin.

Semoga bermanfaat,

Saudaramu, Hendri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memulai Perubahan

  Mungkin banyak diantara kita yang kepengen sesuatu. Ada yang kepengen “sukses” dengan jadi pebisnis kaya raya, mahasiswa berprestasi, pembicara profesional, designer handal, dan segudang keinginan lainnya. Tapi sayangnya, itu semua berhenti di “pengen” aja. Tanpa ada aksi nyata untuk mewujudkannya. Iya, mungkin itu yang terjadi pada kita. Banyak maunya tapi nol usahanya. Punya mimpi besar tapi sehari-hari rebahan, scrolling sosmed, akhirnya muncul rasa membanding-bandingkan pencapaian diri dengan pencapaian orang lain. Kita akan jadi gitu-gitu aja, selama kita gak memutuskan untuk berubah. Dan kita gak akan bisa berubah, sebelum kita memutuskan untuk ”memulai perubahan” dengan merubah diri kita sendiri. Langkah awal untuk memulai perubahan adalah dengan mengubah kebiasaan kita. Iya, karena kebiasaan akan membentuk kepribadian/karakter kita. Kebiasaan ini juga menjadi modal penting untuk meraih mimpi-mimpi kita. Mungkin diawal memang perlu dipaksa dan gak nyaman, tapi itu

Kebiasaan

Coba deh kita jujur, selama ini hidup kita disibukkan oleh apa? Sesuatu yang baik kah, atau justru sesuatu yang buruk? Kenapa penting mengetahui hal ini? Karena, kita akan dimatikan sesuai dengan kebiasaan yang kita lakukan. Jika kita terbiasa melakukan sholat, puasa, berbakti pada orang tua, menuntut ilmu, berdakwah, dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnnya, maka peluang kita dimatikan dalam keadaan baik (husnul khatimah) pun semakin besar. Tapi, jika kita terbiasa melakukan maksiat, meninggalkan kewajiban, melanggar perintah Allah, dan melakukan maksiat-maksiat lainnya, maka peluang kita dimatikan dalam keadaan buruk (su’ul khatimah) pun semakin besar. Wal’iyadzubillah Kadang kita terkecoh dengan bisikan-bisikan syaithan, dengan berpikir “gapapalah maksiat, toh amal shalih saya lebih banyak. Kan cuma begini doang, gak gede kok dosanya”.   Reminder untuk diri kita, bahwa amal shalih yang kita lakukan, belum tentu Allah terima, tapi kita udah bangga diri (kepedean) kalo itu ket

Menikmati Proses

Setiap kita mungkin punya mimpi yang ingin kita gapai. Entah mimpinya terlalu besar, atau mindset kita yang terlalu kecil sehingga muncul pertanyaan “bisa gak ya?” dalam benak kita. Tapi mungkin itu hanya perasaan kita aja. Iya, daripada overthinking pada sesuatu yang belum terjadi, lebih baik kita fokus untuk mengeksekusi sedikit demi sedikit, langkah demi langkah, mencicil hal-hal yang bisa membuat kita lebih dekat dengan mimpi kita. Saat menjalani langkah-langkah tersebut, inilah yang disebut dengan “fase proses” dalam menggapai mimpi kita dan di fase inilah banyak hal yang akan kita dapatkan. Mulai dari pengalaman, ilmu bahkan pahala.   Pengalaman sudah pasti kita dapat, karena dalam menjalani proses kita pasti melakukan sesuatu. Saat melakukan sesuatu itu, apakah dia berujung berhasil atau tidak, yang pasti itu adalah pengalaman bagi kita, dan akan berguna nantinya ketika kita menghadapi hal yang serupa. Bukankah pengalaman merupakan guru terbaik?   Ilmu juga pasti kita